Pernyataan KH. Ma’aruf
Amin di republika online senin 27 maret
2017 menarik digarisbawahi beliau mengatakan radikalise Agama dan Radikalisme
sekuler adalah ancaman serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
pancasila.radikalisme agama selama ini sudah banyak dibahas. Bahkan Negara
telah membentuk badan khusus bernaman Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT)
dan dilengkapi dengan sebuah detasemen khusus bernama detasemen khusus 88
(Densus 88) sayangnya Negara tidak mewaspadai bahaya radikalise sekuler yang
juga bertentangan dengan idiologi Negara Pancasila. Sampai saat ini tidak ada
aparat Negara yang berteriyak keras tentang perlunya mewaspadai bahaya
radikalisme sekuler yang merebak di Indonesia. Tidak ada dibentuk badan khusus
untuk penagulangan bahaya sekulerisme tidak ada detasemen khusus ditugaskan
untuk itu.
Gagasan sekularisme
(pemisahan agama dari Aturan Kehidupan baik bernegara maupun yang lainya)
pertama kali muncul di Barat sebagai kritik terhadap dominasi Gereja pada Abad
Pertengahan. Ketika itu Gereja Kristen menjadi institusi dominan. Dengan
pembentukan Sistem Kepausan (papacy
power) oleh Gregory I (540-609 M), Paus dijadikan sumber kekuasaan
agama dan kekuasaan dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh
sendi kehidupan; khususnya aspek politik, sosial dan pemikiran (Idris, 1991:
75-80; Ulwan, 1996: 73). Dominasi ini ternyata penuh dengan penyimpangan dan
penindasan melalui persekongkolan Gereja dan raja/kaisar; mengakibatkan kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya
surat pengampunan dosa. Kemudian muncul upaya koreksi atas Gereja yang disebut
gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya semisal Marthin Luther
(w. 1546), Zwingly (w. 1531) dan John Calvin (w. 1564). Gerakan ini disertai
dengan kemunculan para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli (w.
1528) dan Michael Montaigne (w. 1592). Mereka menentang dominasi Gereja,
menghendaki agama disingkirkan dari kehidupan dan menuntut kebebasan. Selanjutnya
pada era Pencerahan (Enlightenment)
abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan semakin
mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (w. 1755), Voltaire (w. 1778) dan
Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah terjadinya
perang selama 30 tahun, yang diakhiri dengan adanya Perjanjian Westphali 1846.
Melalui perjanjian ini, akhirnya secara total Gereja dipisahkan dari
masyarakat, negara dan politik (Qashash, 1995: 30-31). Sejak itulah lahir
sekularisme yang menjadi dasar ideologi dan peradaban Barat.
Harvey cox, seorang
pakar sekulerisme merumuskan tiga pilar sekulerisme yaitu: 1.Dischanment of Nature kehidupan dunia
harus disetrilkan dari pengaruh ruhani dan Agama.sekuler liberal membatasi
peran agama hanya menagani persoalan personal,agama hanya cukup sampai
didinding masjid atau gereja. Diluar itu akal manusialah tuhanya.sekuler
radikal akan menyingkirkan agama dari kehidupan.
2.Desacralization of Politics artinya dunia politik harus dikosongkan
dari pengaruh agama dan nilai spiritual,politik semata urusan akal
manusia,agama dan segala simbolnya dilarang terlibat dalam urusan politik,
agama sendiri politik sendiri keduanya tidak bisa disatukan. 3.Desconsecration of Values masudnya tidak
ada kebenaran mutlak. Nilai-nilai bersifat relatif. Doktrin ini menisbahkan
kebenaran yang ada dalam kitab suci, bagi mereka kitab suci hanya buatan
manusia,oleh karena itu penganut paham ini suka mengolok-ngolok kitab suci
mereka sendiri,termasuk kitab suci yang lain.
Sekularisme di Indonesia
Sekularisme masuk ke Indonesia secara paksa melalui proses
penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekuler
telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang
menyatakan, bahwa Pemerintah bersikap netral terhadap agama, artinya tidak
memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama (Suminto, 1986: 27).
Prinsip sekuler dapat
ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada Pemerintah Kolonial
untuk melakukan Islam Politiek, yaitu
kebijakan Pemerintah Kolonial dalam menangani masalah Islam di Indonesia.
Kebijakan ini menindas Islam sebagai ekspresi politik. Inti Islam
Politiek adalah:
(1) dalam bidang ibadah murni, Pemerintah hendaknya memberikan kebebasan
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan Pemerintah Belanda; (2) dalam bidang
kemasyarakatan, Pemerintah hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat
agar rakyat mendekati Belanda; (3) dalam bidang politik atau kenegaraan,
Pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme
dan ide Pan Islam (Suminto, 1986: 12).
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 seharusnya menjadi
momentum untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mencabut pemikiran
sekuler yang ditanamkan penjajah. Sayang sekali, ini tidak terjadi. Revolusi
Kemerdekaan Indonesia hanyalah mengganti rejim penguasa, bukan mengganti sistem
atau ideologi penjajah. Pemerintahan memang berganti, tetapi ideologi tetap
sekuler.
Sekularisme Pangkal
Kerusakan
Sebagai warisan penjajah
Barat, sekularisme merupakan paham yang rusak karena jelas-jelas menolak peran
agama dalam pengaturan kehidupan,
khususnya politik. Di bidang politik, sekularisme merusak karena melenyapkan
aspek spiritual (nâhiyah
rûhiyah) dalam politik dan hanya menonjolkan pertimbangan materi.
Akibatnya, kekuasaan pun hanya dijadikan alat untuk meraih keuntungan materi,
bukan untuk melayani kepentingan rakyat dan mewujudkan kemaslahatan mereka,
sebagaimana dalam ajaran agama perintahkan.(Islam).
Dalam politik sekuler,
kebebasan hanya menjadi alat pembenaran berbagai perilaku maksiat. Sebaliknya,
tidak ada kebebasan untuk taat dalam menerapkan ajaran agama sekuler juga mencetuskan pemimpin-pemimpin yang
menipu rakyat dengan dalih kedaulatan di tangan Rakyat. Faktanya, pemilik
modallah yang mengendalikan para penguasa dan wakil rakyat. Akibatnya, para
penguasa dan wakil rakyat sering abai terhadap rakyat. Mereka lebih banyak
memperkaya diri dengan perilakunya yang koruptif, tak peduli urusan rakyat.dan
memikirkan para pemilik modal.
Sekularisme di bidang
ekonomi didasarkan pada asas kebebasan, meliputi kebebasan kepemilikan harta,
kebebasan pengelolaan harta dan kebebasan konsumsi. Asas kebebasan ini tidak
layak karena melanggar segala nilai moral dan spiritual. Bisnis prostitusi,
misalnya, dianggap menguntungkan meski jelas sangat melanggar nilai agama dan
merusak institusi keluarga. Sistem perbankan ribawi, sistem perusahaan
kapitalisme dan sistem uang kertas (fiat money) melahirkan
berbagai krisis ekonomi dan moneter. Sistem ini dibangun tanpa mengindahkan
sama sekali aturan Agama.
Di bidang sosial sekularisme menyebabkan kerusakan moral.
Wanita, misalnya, hanya dianggap komoditas dagang dan pemuas nafsu laki-laki
semata. Perselingkuhan dianggap “pertemanan”, sementara poligami justru
dianggap perbuatan kriminal. Sistem sosial yang bobrok seperti ini telah
terbukti menghancurkan institusi keluarga, menyebarkan penyakit kelamin,
menimbulkan kebejatan moral dan melahirkan anak-anak hasil zina.
Sekulerisme juag menyuburkan perilaku menyimpang seperti
Pedofelia, LGBT, pergaulan bebas, Narkoba dan pergaulan-pergaulan yang tidak
manusiawi yang disebabkan dijauhkanya masyarankat dari pemahaman agama Jika hal
ini dibiarkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sangat mudah
dihancurkan tampa harus mengunakan senjata, sebab dengan sekulerisme anak
bangasa akan diadu dengan anak bangsa mereka akan saling berebut kekuasanaan
saling tikam saling ancam dan saling bunuh sesama anak bangsa.Jangan abaikan
masalah ini kalau kita cinta negeri kita.
EmoticonEmoticon